RSS

Senandung Hujan di Bulan November.. #YSF2ndAnniversary

Senandung Hujan di Bulan November.. (Raihana Tuqalby B'taviananda)

*

Hai kamu..
Apa kabar? Masih ingatkah kamu hujan diwaktu itu?
Disana ada kita,tawa kita,dan genggaman penuh kehangatan itu..
Lalu hari ini, hujan kembali menyapa…
Melemparkanku menuju masa lalu yang didalamnya ada kamu..
Aku bertanya pada hujan, bisakah ia mengembalikanmu? Tapi, hujan tak mau….
Dan disinilah aku.. berdiri menatap hujan yang merintik..
Sesekali berharap..
Semoga ada yang menggantikanmu…

*

November..

Rintik-rintik hujan kembali mencumbu bumi. Mendatangkan hawa dingin dari kehadirannya. Mendatangkan hawa malas bagi manusia. Aku menghembuskan nafas keras. Lalu ku perhatikan titik-titik hujan dari balik jendela. Tanpa sadar aku menghela napas panjang.

November dan hujan..

Aku merenung. Ku rapatkan mantel hangat milikku. Aku menyesap coklat hangat, ku biarkan kehangatan menjalar ke seluruh tubuhku.  Aku mengerjapkan mata. Lalu bayangannya melintas di mataku –Tidak! Dibenakku- Aku melihatnya diantara derasnya air hujan. Sedang berlari,sedang tertawa.

Jantungku mencelos..

Aku baru menyadari sekarang. Sudah memasuki November kedua. Tanpanya. Hanya aku dan senandung hujan dibulan November. Aku tersenyum getir. Air mataku mengancam akan terjatuh. Tapi aku berusaha kuat untuk tidak menangis.

Tanpa kusadari, hari-hari berlalu begitu saja. Semuanya tampak biasa saja. Aku memandang keluar jendela. Sayup-sayup kudengar adzan maghrib berkumandang. Aku tersenyum getir. Selamat gelap, senja.. Dan selamat malam, Mario.

Aku beringsut duduk di pinggir tempat tidurku. Ku raih sebuah album foto yang terletak di meja kecil samping tempat tidurku. Disini, banyak sekali kenangannya. Disini, ada cetak beku antara aku dan dirinya. Disini, ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan kata-kata.

Mario berada di salah satu foto. Ia mengenakan tuxedo yang membuatnya begitu gagah. Disampingnya, ada aku dengan gaun berwarna merah tanpa lengan. Kita berdua didalam foto itu. Terkenang. Kita berdua. Dulu. Dan sekarang tak pernah lagi ada kata ‘kita’.

Aku teringat pertanyaannya. . “Apa yang terjadi kalau kita tak bisa bersama lagi suatu hari nanti?”. Dan aku ingat jawabanku yang setengah bergurau “Tentu tidak ada lagi kata ‘kita’.Dan tentu aku akan bahagia tanpa kamu”.

Rahangku mengeras. Sungguh.Aku menyesal mengatakan hal itu padanya. Aku menyesal setengah mati. Aku tak pernah bahagia tanpanya selama ini. Ia membawa separuh jiwaku. Dan aku seperti orang yang mati selama ini. Aku mengutuki diriku sendiri. Bodohnya aku!

Aku ingat senyum getirnya ketika aku selesai mengatakan hal itu. Aku ingat ucapan lirihnya, “Aku senang kau bisa bahagia jika nanti aku pergi..”. Lalu aku ingat hari itu, hari terakhir aku bertemu dengannya. Hari terakhir ku berbicara dengannya.

Andai waktu bisa diulang… aku tak mau berkata bodoh seperti itu lagi..

Andai waktu bisa diulang.. aku akan menjawab perkataan Mario. Aku akan mengatakan padanya, bahwa aku juga mencintainya.

(flashback)>on

Waktu itu bulan November.. bulan yang sama seperti sekarang ini..

Bel pulang sudah berdering. Segerombolan siswa langsung berebut keluar agar cepat-cepat pulang. Disampingku ada dia,Mario –Rio-. Ia menggenggam tanganku, mengalirkan rasa hangat dicuaca yang sedang sejuk seperti ini. Rio selalu menjagaku dengan caranya.

Aku dan Rio adalah dua pasangan yang saling menautkan janji lewat pernyataan sederhana satu tahun yang lalu. Kita bertahan. Walau terkadang Rio selalu mau seenaknya sendiri. Tapi aku bertahan. Walau terkadang aku bersikap kekanak-kanakan. Tapi Rio bertahan. Kita sama-sama bertahan. Meski ego sering kali membuat kita hampir goyah.

Rio tetap menjagaku dari desak-desakkan beberapa siswa laki-laki yang brutal. Kau tahu itu kan? Siswa-siswa yang datang terlambat tetapi kalau pulang sekolah mereka suka seenaknya saja main dorong agar mereka bisa cepat pulang tanpa peduli siapa yang mereka himpit. Ya. Pergi malas-malasan,pulang semangat.

“Aku suka berpikir kalau aku akan mati konyol kalau setiap pulang sekolah seperti ini” gerutu Rio, ketika kita sudah berhasil melewati kerumunan. Aku tertawa.

“Yah, kau akan mati kehabisan nafas kalau kau tak mau berusaha keluar” Sahutku. Rio tersenyum kecut.

“Kau mau ikut tidak?” Tanya Rio.

“Kemana?”

“Main.” Sahut Rio. Lalu ia tersenyum polos ketika melihatku mencebik.

“Tidak. Aku mau pulang.” Jawabku.

“Sebenarnya aku tidak main hari ini. Aku ingin ke suatu tempat.” Kata Rio. Matanya terlihat menerawang jauh kedepan.

“Oh.Kemana?Boleh aku ikut?” Tanggapku datar.

“Tidak.” Sahutnya. Terlalu cepat.

“Kenapa? Tadi kau menawariku!”

“Aku berubah pikiran. Jadi, ayo kita pulang!”

Rio menarikku menuju tempat parkir sekolah yang lumayan ramai. Rio menaiki cagiva hitamnya diikuti dengan aku yang sudah duduk nyaman dibelakangnya. Lalu cagivanya melaju,melintasi kota yang entah kenapa sejuk hari ini.

Aku mengadahkan kepalaku keatas. Mendung. Akan turun hujan sepertinya. Rio mempercepat laju cagivanya. Aku menyandarkan kepalaku dipunggungnya, sesuatu yang dilakukan wanita setiap kali berada satu motor dengan pria yang membuatnya nyaman.

Aroma Rio yang begitu ku kenal tecium samar-samar. Aku merasa nyaman kalau berada didekatnya. Aku selalu merasa terlindungi kalau berada didekatnya. Aku selalu merasa diperhatikan olehnya meski ia tak pernah mau menujukkan rasa perhatiannya padaku (dan itu sifatnya yang selalu membuatku merasa ingin dilindungi olehnya)
Lalu hujan mulai merintik, satu demi satu. Aku mempererat pelukku, mencoba menghilangkan rasa dingin yang perlahan-lahan menyusup kedalam pori-pori. Rio menoleh kearahku, ia tersenyum geli.

“Kau itu manja sekali Shilla!” Gumamnya. Aku mengetuk helmnya sekuat tenaga.

“Kamu bodoh ya?! Aku kedinginan!” Gerutuku. Rio tertawa. Ia menghentikan cagivanya, melepas jaket yang ia kenakan. Lalu memberikannya padaku.

“Pakai ini.” Katanya. Aku mengambil jaketnya, lalu memakainya. Rasanya hangat. Seperti sedang di peluk olehnya. Dan harumnya tersisa disana. Membuatku merasa semakin nyaman..

Dan  hujan di hari itu.. Merupakan hujan terindah yang pernah ku lalui.. Hujan yang merekam tawanya, dan perlakuan manisnya….


*

Hari itu.. adalah hari ke3 dibulan November..
Hari dimana Rio mengajakku pergi ke taman ilalang..
Hari itu pula, aku tak menyadari apa yang terjadi padanya.. Pada hatinya.. Pada hidupnya.. Pada jiwanya..  

Tangan Rio masih menggenggamku. Ada kehangatan yang menelusup diam-diam ke hatiku saat tangan kami saling menautkan jari jemari. Aku membalas kehangatannya,ku eratkan genggamanku. Aku memejamkan mataku. Menghirup udara sejuk.

Rio mengajakku ketaman ilalang. Entah maksudnya apa. Ia tak pernah mengajakku pergi ketempat seperti ini sebelumnya. Aku tahu Rio orang yang menyukai keramaian, aku tahu Rio tak suka dengan pemandangan seperti ini. Rasanya aneh ketika ia tiba-tiba mengajakku kesini.

“Jadi, apa tujuanmu mengajakku kesini?” Tanyaku. Rio tersenyum.

“Aku ingin menunjukkan padamu senja terbaik disini..” Katanya. Aku mengangkat alisku.

“Tunggu! Sejak kapan kau menyukai pemandangan seperti ini?” Tanyaku.

“Aku memang tak menyukai hal-hal semacam ini. Kau tahu itu kan? Tapi aku tahu, kau menyukai senja. Maka aku ingin menunjukkan senja dipadang ilalang padamu..Aku tak bisa romantis dan kau tahu itu. Tapi, bagiku, menunjukkan hal yang kau sukai itu mungkin romantis untukmu..” Katanya pelan.

Aku tak dapat menahan rasa bahagia yang membubungi dadaku. Rio..seperti ini..untukku…kenapa? Rio menjadi manis sekali. Sikapnya akhir-akhir ini selalu perhatian. Ia tak pernah lagi acuh kepadaku. Ia selalu berada didekatku.

Langit sore mulai berubah menjadi jingga. Perpaduan warna yang selalu ku nantikan setiap sore hari. Warna yang membuatku damai. Senja… Aku memejamkan mataku, ku rasakan perasaan bahagia hingga kedalam dadaku,membubungi, hingga membuatku merasa kebas.

Rio melepaskan genggamannya, lalu ia merangkulku. Mengusap pelan pundakku, memberikan sebuah rasa nyaman yang tak tertandingi oleh apapun. Jantungku berdebar dengan keras. Ku tatap Rio, ia sedang tersenyum kecil menatapi ilalang yang bergerak ditiup angin sore.

“Aku ingin kau seperti ilalang Shill..” Katanya pelan.

“Kenapa?”

“Karena ilalang tak pernah rapuh meski angin meniupnya dengan keras berkali-kali.. Karena ilalang, selalu mencoba untuk tegak walau ia sebenarnya tak bisa.Karena ilalang selalu membuat siapapun merasa nyaman meski hanya menatapnya..” Kata Rio.

“Aku akan menjadi ilalang.. Untukku, dan untukmu. Aku akan mencoba kuat seperti ilalang untukmu..” Kataku pelan.

Rio tersenyum kecil. Biasan sinar senja menyinari wajahnya. Aku tak tahu mengapa hari ini wajah Rio terlihat cerah sekali. Meski kuakui ia sedikit pucat dan lebih kurus dari biasanya, tapi dia tetap terlihat baik-baik saja. Dan aku yakin ia baik-baik saja.

“Apa yang terjadi kalau kita tak bisa bersama lagi suatu hari nanti?”tanya Rio tiba-tiba. Aku terperangah, tak menyangka Rio akan menanyakan hal seperti itu. Lalu aku menjawab, setengah bergurau.

“Tentu tidak ada lagi kata ‘kita’.Dan tentu aku akan bahagia tanpa kamu” Jawabku setengah tertawa. Rio tersenyum getir, ia menatapku dalam-dalam dengan mata cokelatnya. Aku terdiam. Lalu memandangnya dengan tatapan bertanya.

“Aku senang kau bisa bahagia jika nanti aku pergi” Katanya lirih. Rangkulannya mengendur, aku bisa merasakan ia menghembuskan nafas keras. Aku meraih tangannya, ku pegang dengan lembut.

“Kau kan yang menyuruhku sekuat ilalang? Maka aku akan baik-baik saja..” Jawabku sambil tersenyum. Tatapan Rio mengeras, lalu tiba-tiba ia memelukku.

Aku bisa merasakan jantungnya berdebar tak wajar. Aku bisa merasakan harumnya yang begitu ku kenali. Aku membalas pelukannya. Ku biarkan diriku senyaman mungkin berada didalam rengkuhan lengan kokohnya.

“Aku mencintaimu Shilla..” katanya, lalu ia mengecup keningku. Aku terdiam. Air mataku mulai menetes.

“Aku tahu itu.. Aku tahu kau mencintaiku..”Jawabku pelan dan getir..

Lalu hujan kembali merintik mencumbu bumi.. Membasahi tubuh kami yang saling memeluk dan merapalkan kata-kata didalam nurani masing-masing. Menyamarkan airmataku yang terjatuh tak terkendali. Hujan dibulan November.. untuk kami, berdua.. Selalu.

Dan waktu itu, aku menangis karena aku tak tahu harus menjawab apa..
Karena selama satu tahun kami bersama, aku tak pernah sanggup untuk mengatakan..
Aku tak sanggup untuk berkata, bahwa aku juga mencintainya…

*

Sudah dua minggu. Aku menghitung di kalender. Dua minggu Rio menjauhiku tanpa sebab. Sejak kejadian di padang ilalang itu. Sejak aku menangis didalam pelukannya itu. Rio tak pernah lagi mau menghabiskan waktunya bersamaku.

Aku bertanya-tanya sendiri. Mencari tahu dimana letak kesalahanku hingga Rio menjadi jauh seperti sekarang ini. Aku menyukai Rio yang bersikap manis terhadapku. Tapi aku membenci dia yang sekarang. Yang menjauhiku tanpa sebab.

Rio jarang membalas pesan singkatku. Jarang mengangkat teleponku. Bahkan ia sengaja berpindah tempat duduk yang biasanya dibelakangku, kini pindah kebarisan lain paling depan. Aku frustasi. Aku tak tahu bagaimana menghadapinya. Aku kehilangan cara untuk menarik perhatiannya.

Lalu hari ini berbeda. Rio tak masuk. Tanpa alasan. Seluruh teman sekelas bertanya padaku apa yang terjadi padanya. Aku hanya menggeleng. Tak tahu. Lalu kurasa hari ini menjadi lebih panjang. Tanpa kehadiran Rio disini.

Keesokan harinya aku berharap Rio akan datang dan kita menyelesaikan perang dingin ini. Tapi ia tak datang juga. Begitu pula keesokan harinya. Keesokan harinya. Dan keesokan harinya lagi. Rio tak kunjung menampakan batang hidungnya.

Aku mencari kerumahnya, tapi rumah itu sepi. Aku mencari ke studio tempat ia latihan, ia juga tak ada disana. Aku tak tahu kemana lagi untuk mencarinya. Aku merindukan Rio. Sungguh aku merindukannya. Dan sudah 2 minggu ini, hujan selalu turun tiap sore. Dan membuatku teringat padanya..

Tapi hari ini berbeda. Ibu Haling –mama Rio- datang kerumahku. Aku menyambutnya dengan gembira. Meskipun aku menyadari ada yang berbeda.Tubuhnya kurus, matanya sembab seperti habis menangis, wajahnya terlihat lebih tua dari umur aslinya.

Aku menyuguhkan secangkir teh Darjeeling hangat untuknya. Ibu Haling tersenyum getir, ia diam untuk jeda waktu beberapa lama. Ia menatapku, lalu mengusap pelan punggungku, tangannya kasar, aku tak tahu mengapa tiba-tiba ia menangis.

“Ikut denganku kerumah sakit.. Rio sedang menunggumu. Rio mau dioperasi. Ia ingin bertemu denganmu..” Katanya pelan. Mataku terbelalak.

“Dampingi ia Shilla.. Rio membutuhkanmu agar jantung barunya bisa berdetak ditubuhnya.. Aku mohon. Rio sangat mencintaimu..”

*

Dan disinilah aku sekarang. Berada diruangan serba putih dengan bau obat-obatan yang begitu menusuk dihidung. Aku menggenggam jemari kurus Rio. Ku usap pelan-pelan. Dulu, tangannya yang menghangatkanku, tapi tangan itu sekarang rapuh,kecil,dan dingin.

“Aku senang kau kesini” Kata Rio. Aku tersenyum kecil.

“Kau tak memberitahu tentang penyakitmu kepadaku. Kenapa?” Tanyaku. Rio terdiam, lalu ia meremas tanganku.

“Karena aku tahu, kalau aku memberitahu hal ini padamu kau akan khawatir seperti sekarang. Jadi aku memutuskan, untuk menahan rasa sakitku ketika ada didekatmu.”

“Kau tak perlu melakukan hal gila itu” Kataku.

Rio hanya diam. Lalu ku cium punggung tangannya. Ku biarkan air mataku menetes satu demi satu dari pelupuk mataku. Aku tak sanggup melihatnya sekarang. Dengan infuse,dengan alat bantu pernafasan,tubuh kurus,wajah pucat,dan senyum manis yang memudar. Aku tak mengenali Rio yang INI.

Aku hanya mengenali Rio dengan lengan kokoh, jari jemari hangat,senyum manis menawan. Tapi.. bukankah aku harus menjaganya? Setia berada didekatnya?Aku menyadari Rio menggerakan tangannya, lalu ia menghapus butiran airmataku.

“Jangan menangis. Aku tak mau melihatmu menangis. Aku akan bertahan. Aku mencintaimu..” Kata Rio pelan.

Lalu aku semakin terisak.Aku lalu memeluk Rio. Membuat diriku senyaman mungkin di tubuh rapuhnya. Lalu aku berkata lirih.

“Bertahanlah. Lalu aku akan memberikan jawaban yang mungkin selama ini kau tunggu. Bertahanlah demi pernyataan kecilku nanti..”

Lalu Rio mengangguk pelan, mengecup keningku, lalu tersenyum padaku. Manis sekali…..

Dan dua jam kemudian aku mendapati diriku sedang duduk diruang tunggu bersama dengan keluarga Rio dan beberapa guruku. Kami menunggu.Berharap Rio akan baik-baik saja. Berharap tidak ada resiko terburuk yang ia alami.

Lalu beberapa menit kemudian, dokter keluar kami mengerubunginya. Dan yang kutahu, dokter menggelengkan kepalanya, lalu aku tersadar tadi adalah pertemuan terakhirku dengan Rio,tadi adalah senyum terakhir Rio untukku. Lalu semuanya menjadi gelap. Aku tak sadarkan diri.

Lalu beberapa hari kemudian aku menemui sepucuk surat di tumpukan barang-barang Rio yang dari rumah sakit.. Lalu aku menyimpannya, memutuskan untuk nanti saja membacanya. ..

(flashback)>off

Aku terkesiap dari lamunan panjangku. Surat itu… Aku berlari kecil menuju meja yang berada di dekat pintu. Membuka laci kecil dibawahnya, lalu mengaduk-ngaduk semua isi laci itu dan menemukan sepucuk surat dari Rio. Dan aku menyadari, ada harum Rio yang tersisa disana.

Aku membuka lipatan surat itu. Tulisan tangan Rio, ah.. aku merindukan pemuda itu. Sungguh..

Hai Shilla..

Kau sudah membuka surat ini, jadi kau harus membacanya sampai selesai..
Aku sebenarnya tak tahu mengapa aku tiba-tiba ingin menulis surat seperti ini untukmu..
Jadi maaf kalau aneh..

Bagimana kabarmu?
Kau tahu, mungkin ketika kau membaca ini aku sedang tak ada disampingmu..
Tapi aku mohon tersenyumlah. Kau sudah berjanji untuk sekuat ilalang bukan?

Tanganku bergetar membaca surat itu, lalu aku mengusap kertas yang sudah terbashi oleh air mataku yang menetes. Janji ilalang itu.. Aku menutup mulutku dengan tangan sebelah kananku. Menyadari bahwa aku merindukan Rio.. sangat merindukannya.

Yah Shilla, kau tahu? Aku mencintaimu.
Dan katakan padaku, seperti apa perasaanmu padaku?
Kita sudah lama bersama bukan? Lalu mengapa aku tak pernah tahu seperti apa perasaanmu?

Isakku semakin menjadi. Aku menyadari kesalahanku. Aku tergugu, lalu ku bayangkan siluet Rio. Hatiku perih. Dan hujan seakan tak mau tahu. Ia terus mengguyur, tak peduli pada isak dan tangisku.

Maaf aku berkata seperti ini..
Tapi apa yang membuatmu tak pernah mau memberitahu perasaanmu?
Sikap dinginku?Atau apa? Mengapa kau tak pernah mau menjawaba setiap pernyataan kecilku?
Aku memikirkannya sendiri, lalu ku sadari aku pasti lama-lama akan gila kalau aku tak bertanya padamu..
Maka ku putuskan untuk menulis surat ini.
Aku senang ketika kau datang menjengukku, dan berjanji kau akan memberiku sebuah jawaban yang mungkin ku tunggu..
Tapi, aku lalu berpikir, bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi padaku selama operasi?

Aku menggigit bibirku. Ku rasakan seluruh hatiku kini nyeri. Kau memang mendapatkan sesuatu yang buruk Rio, sampai aku tak bisa bersamamu lagi. Batinkku, perih.

Bagaimana kalau nanti aku tak bisa menjadi tulang punggungmu? Tak bisa menjadi jantung untukmu?
Maka, aku memutuskan untuk diam saja. Karena aku tak mau berharap..
Aku menyukai bulan November ini Shilla..
Karena dibulan ini aku lebih sering memikirkanmu ketika hujan turun..
Aku menyukai hujan, dan kau harus tahu itu..
Karena ketika aku menatapi hujan yang merintik, aku merasa nyaman, seperti berada didekatmu..
Maka Shilla, maafkan aku yang menghindarimu selama ini.
Kau sudah tahu kan alasannya? Aku tak mau melihatmu menangis. Aku tak mau melihatmu bersedih..
Dan kalau kau bertanya seperti apa perasaanku padamu, aku akan menjawab bahwa aku mencintaimu, sampai kapanpun…
Aku ingin kau tetap baik-baik saja tanpa aku..

Lalu tubuhku gemetar karena tangis yang semakin meluap. Aku memeluk lututku, lalu terisak sambil meremas ujung kausku, mencoba menghilangkan rasa sakit, walau ku tahu itu sia-sia. Aku menatapi foto Rio yang sedang tersenyum, ku usap goto itu dengan jariku, penuh rindu.

Aku merindukanmu Rio sungguh. Dan kau harus percaya bahwa aku juga mencintaimu . Kau harus percaya bahwa aku juga mempunyai rasa yang sama sepertimu. Bahwa aku tak pernah keberatan akan sikap dinginmu. Aku tak pernah marah ketika egomu mulai menguasai jiwamu. Aku tak pernah marah ketika kau menunjukkan raut wajah masam di hadapanku.Aku melakukan itu, karena aku mencintaimu. Karena aku tahu, cinta selalu memaklumi.

Maka percayalah padaku kalau aku juga mencintai hujan dibulan November. Percayalah padaku kalau aku berkata ada senandung hujan dibulan November. Senandung indah yang membuatku teringat padamu. Maka percayalah padaku ketika aku berkata seperti itu padamu nanti di surga.

Aku menatapi hujan yang merintik, sambil berharap..

Semoga ada yang menggantikanmu.. Semoga ada yang bisa membuatku merasa dihargai sepertimu..

Dimanapun kamu berada Rio,percayalah aku akan tetap mencintaimu..

*Tamat*

 

0 komentar:

Posting Komentar